
Sejarah berdirinya Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA)
Tragedi Gempabumi dan Tsunami yang melanda Aceh dan sekitarnya pada tahun 2004 silam telah mendorong perhatian serius Pemerintah Indonesia dan dunia Internasional dalam manajemen penanggulangan bencana. Menindaklanjuti situasi saat itu, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 83 tahun 2005 tentang Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana ( Bakornas PB). Badan ini memiliki fungsi koordinasi yang didukung oleh pelaksana sebagai unsur pelaksana penanggulangan bencana. Sejalan dengan itu, pendekatan paradigma pengurangan resiko bencana menjadi perhatian utama.
Dalam merespon sistem penanggulangan bencana saat itu, Pemerintah indonesia sangat serius membangun legalisasi, lembaga maupun budgetting. Setelah dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, Pemerintah kemudian mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 8 tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). BNPB terdiri atas Kepala, Unsur Pengarah penanggulangan bencana dan Unsur Pelaksana penanggulangan bencana. BNPB memiliki fungsi pengkoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh. Sebelum terbentuk BNPB dan BPBD, Satuan Kerja yang bertanggung jawab akan penyelenggaraan dan penanggulangan bencana adalah Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana (Bakornas PB), akan tetapi setelah terbentuknya BNPB, Bakornas PB dibubarkan.
Penyelenggaran Penanggulangan bencana di Aceh saat ini telah bergerak mengikuti sistem penanggulangan bencana nasional. Perubahan cara pandang Penanggulangan bencana dari yang besifat tanggap, darurat ke arah pengurangan resiko bencana telah mulai berjalan. Hal ini ditandai dengan masuknya penanganan dan pengurangan resiko bencana sebagai salah satu agenda pembangunan Aceh tahun 2007-2012 dalam rencana pembangunan jangka menengah Aceh (RPJM Aceh) periode yang sama, meskipun implementasinya belum sesuai dengan kerangka Aksi Hyogo Framework for Action / HFA 2005-2015.
Dalam rangka implementasi Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki tanggal 15 Agustus 2005, Undang-Undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh khususnya pasal 10 dan pasal 100, dan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yaitu pasal 18, pasal 19 dan pasal 25, serat didukung oleh Qanun Aceh Nomor 5 tahun 2010 tentang Penanggulangan Bencana dan Qanun Aceh Nomor 6 tahun 2010 tentang Pembentukan Susunan organisasi dan Tata kerja Badan Penanggulangan Bencana Aceh, Pemerintah Aceh telah membentuk Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA). Sedangkan seluruh Kabupaten / kota yang ada dalam wilayah Aceh telah membentuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah kabupaten/ kota (BPBD kabupaten/ kota). Demikian juga halnya pada tingkat gampong masyarakat mulai menyadari pentingnya dibentuk gampong siaga bencana.
BPBA adalah suatu kerja perangkat Aceh yang dibentuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi dalam rangka penanggulangan bencana di Aceh. BPBA dengan segala kerterbatasan kapasitasnya mulai sejak terbentuk pada tanggal 22 Juni 2010, telah berupaya secara maksimal untuk melakukan tugas pokok dan fungsi dalam menyelenggarakan pelayanan penanggulangan bencana. Namun demikian, atas dasar masukan dan saran dari berbagai mitra kerja, pelayanan penanggulangan masih harus lebih ditingkatkan lagi kualitasnya, masih banyak hal yang harus menjadi perhatian untuk menuju perbaikan serta penyempurnaannya.